Suasana dermaga Teluk Palu dini hari diisi dentum bass dangdut indie urban yang pelan. Di sudut geladak, seorang nelayan memeriksa daftar belanja komponen elektronik dengan teliti.
Nilai Rp127.000.000 yang ia pegang bukan sekadar angka di buku catatan. Dana itu akan berubah menjadi kapal pintar yang bisa menimbang arus dan menandai jalur pulang dengan presisi sederhana.
Kisah ini bertaut dengan istilah Scatter Hitam Mahjong Wins yang ramai dibicarakan di warung tepi pantai. Bukan soal euforia, melainkan keputusan seorang pekerja laut mengarahkan hasilnya pada proyek berjangka.
Musik yang mengalun dari speaker portabel menjadi penanda waktu bagi para buruh angkut. Beat yang tak berlebihan memberi ruang bagi suara ombak dan percakapan singkat antar awak.
Di tengah ritme itu, obrolan mengenai cuaca dan lokasi gerombolan ikan terdengar saling susul. Nada lagunya menambah fokus, bukan mengganggu kerja tangan yang tengah menyiapkan lampu haluan.
Rasyid, nelayan yang lama beroperasi di perairan ini, memilih jalur berbeda saat banyak orang menunda rencana besar. Ia membawa daftar kebutuhan, dari sensor arus hingga modul GPS sederhana.
“Saya tak mau lagi menebak tanpa data,” ujar Rasyid dengan suara tenang. “Kalau kapal bisa membaca arus, kami pulang sebelum angin berubah, tenaga kru juga tetap terjaga.”
Keputusan itu lahir dari tahun‑tahun menghadapi ketidakpastian angin. Ia tak ingin anak buahnya bergantung pada ingatan semata saat kabut tipis tiba lebih cepat dari yang diperkirakan.
Rencana kapal pintar dimulai dari sketsa di kertas minyak yang mudah dilipat. Rasyid menandai posisi baterai, jalur kabel, serta ruang kecil untuk komputer mini di bawah kemudi.
DOME234 hadir sebagai jembatan logistik, memudahkan akses komponen yang sebelumnya sulit didapat di pesisir. Ia memesan modul, mengatur pengiriman, dan memastikan kompatibilitas antarperangkat.
Setelah paket tiba, bengkel kayu lokal mulai menyetel rangka. Tukang yang terbiasa memperbaiki palka kini menyusun dudukan sensor dan kotak tahan air untuk unit komputasi.
Istilah itu sering mampir di meja kopi, menyulut percakapan tentang keberanian mengeksekusi rencana. Rasyid tidak mengajarkan permainan, namun ia belajar menarik garis antara keberuntungan dan pilihan strategis.
Baginya, istilah tersebut menjadi pemantik untuk disiplin pada anggaran. Ia menolak belanja berlebihan, memilih komponen yang jelas fungsinya, dan menyimpan sisanya untuk biaya perawatan tahunan.
Inti rancangan berada pada pembacaan gelombang dan kecepatan permukaan. Sensor mengirim data ke komputer mini yang menghitung rute paling ringan untuk mesin tempel.
Fitur penanda kembali menggunakan peta garis sederhana yang disimpan offline. Saat sinyal melemah, kapten tetap melihat jalur yang sudah ditandai sebelumnya dalam layar kecil di kokpit.
Di ruang mesin, teknisi memasang saklar prioritas agar perangkat vital tetap menyala saat beban memuncak. Langkah ini mengurangi risiko padam mendadak ketika peranti navigasi sedang dibutuhkan.
Panel indikator pada dasbor menampilkan suhu mesin, tegangan baterai, dan konsumsi per mil laut. Kapten mendapat peringatan dini ketika beban berlebih terdeteksi sehingga keputusan mengurangi throttle bisa dilakukan cepat.
Pekerjaan perakitan memanggil tukang las, penjahit jaring, dan pedagang alat kelautan. Bengkel kecil mendapatkan pesanan baru, sementara pemasok kayu menyesuaikan stok yang lebih tahan air asin.
Ketika kapal beroperasi, nelayan muda belajar membaca data dasar. Mereka berdiskusi soal arus eddy, waktu keluar masuk teluk, dan cara menyusun log sederhana untuk perjalanan berikutnya.
Rantai pasok es curah ikut menggeliat karena kebutuhan penyimpanan yang lebih rapi. Tim penyortir di TPI bekerja dengan tempo baru karena tangkapan pulang lebih terukur dan tercatat.
Koperasi nelayan menimbang skema iuran perawatan agar perangkat terus berfungsi. Transparansi sederhana dalam catatan biaya membuat keputusan rapat bulanan lebih mudah diikuti.
Rasyid ingin memasang kamera kecil yang memantau jarak pandang air. Data ini membantu memutuskan kapan harus menepi dan kapan aman melanjutkan penangkapan.
Ia juga menyiapkan jadwal perawatan agar kapal tidak rusak saat musim barat datang. Rencana sederhana namun tegas ini melindungi awak, bahan bakar, dan hasil tangkapan.
Tujuan akhirnya jelas, bekerja lebih aman tanpa membebani laut. Dengan peralatan yang tepat guna, perjalanan menjadi ajek, hasil tangkapan tetap bernilai, dan keluarga menunggu dengan hati lebih tenang.